Manhaj Salaf Versi Syaithon?
Tulisan ini sebagai rangkuman diskusi saya dengan seseorang yang katanya bermanhaj salaf dan seseorang yang mengatakan aqidah saya sudah berbeda dengan aqidahnya.
Semakin saya banyak berdiskusi dengan para anggota firqoh Albaniyah ini semakin bingung saya me-responnya. Saya akui gerombolan ini (gerombolan-- karena tidak adanya pemimpin) banyak sekali referensinya, misalkan kitab2 fiqh. Juga gerombolan ini lebih tinggi tingkatannya dalam bertata bahasa arab. Jadi jikalau berdiskusi dengan anggota gerombolan ini, sebisa mungkin usahakan punya referensi yang berimbang. Kenapa? karena gerombolan ini tidak jujur dengan menyampaikan sebagian dan menyembunyikan sebagian dari referensi yang mereka pelajari dalam tholab.
Akibatnya berdiskusi dengan gerombolan ini membuat topik diskusi berkembang ke sejarah dan pendapat ulama fiqh. Untunglah sekarang sudah jamannya internet. Sudah ada syaikh google yang sedikit banyak membantu mendapatkan data tambahan yang berimbang. Alhamdulillah, semakin terkuak ketidak jujuran pengkhianat2 ilmu ini. Sebagian point2 penting itu akan saya tuangkan di tulisan ini.
1. Hizb ini, mulai mencari2 terobosan baru dalam menerangkan jamaah. Mereka mulai mengutak-atik dari segi bahasa arab. Hizb ini memisahkan antara Al-Jamaah dan Jamaah. Menurut hizb ini, Al-jamaah adalah "firqotun najiyah" (golongan yang ditolong, golongan yang selamat), sementara jamaah adalah semua kelompok yang mengangkat imam. Bagi saya, sebenarnya kalau cuma berhenti sampai di sini, itu tidak masalah. Yang kurang ajar adalah, mereka ber-rakyu Al-jamaah boleh tidak berbentuk jamaah. Tetapi lucunya, semua contoh kasus yang diajukan dalam diskusi seperti zaman imam ahmad, atau generasi ibn umar, jelas menunjukkan bahwa orang2 shalih itu semuanya berjamaah (dalam artian mempunyai imam/ memberi baiat). Justru kesimpulan yang diambil harusnya adalah: SEMUA AL-JAMAAH berbentuk JAMAAH.
2. Mereka mengambil contoh Ibn Umar yang menunda baiat sebagai qiyas boleh tidak berjamaah. Gendheng. Ada 2 kesalahan di sini. Pertama, Ibn Umar adalah sahabat yang memberikan baiat ke banyak amir sejak zaman nabi, khalifah 4 dan amir2 berikutnya hingga wafat. Jadi apakah Ibn Umar sama dengan pendusta2 yang sekarang yang tidak punya baiat secara permanen yang hidup di zaman kini??? Kedua, Ibnu Umar tercatat pernah 2x menunda baiat. Tetapi masing2 tidak lama. Dan fakta terpenting adalah, ibn Umar menunda KARENA saat itu ADA 2 AMIR yang saling meng-klaim berkuasa. Tidak lama setelah ada yang keluar sebagai pemenang (ada yang terbunuh), ibn Umar langsung memberikan baiat. Lha kalau diqiyaskan masa sekarang mana cucok? Hizb Albaniyah, jelas tidak mau berbaiat karena TIDAK ADA keimaman yang cocok dengan idaman hati mereka. Dan kasusnya ini berbeda bagaikan siang dan malam dengan kasus Ibn Umar.
3. Mengambil sikap uzlah ketimbang mengikuti perintah berjamaah. Hujahnya adalah: kalau tidak bertemu keamiran, maka uzlah (seperti hadits hudzhaifah mengenai keamiran akhir jaman dan dukhan) karena tidak ada perintah mengangkat imam ketika yang ada hanya firqoh2.
Tidak ada perintah mengangkat imam??? yang bener ajah. Sebenarnya perintah itu banyak, cuma sudah diselewengkan saja. Berikut adalah beberapa hujah yang jelas mengenai perintah berjamaah, dan seharusnya dalam kaidah fiqh: harus mendahulukan perintah dan bukannya mengutamakan uzlah (keadaan darurat).
a. Hadits: Tidak halal hidup 3 orang di suatu belahan bumi kalau tidak mengangkat salah satunya jadi imam. (tidak dipakai oleh hizb ini karena didhoifkan oleh Albani)
b. Hadits (saya copas dari tulisan rivan firdaus di FB saya): Aku PERINTAHKAN kepada kamu sekalian (muslimin) lima perkara; sebagaimana ALLAH TELAH MEMERINTAHKANKU dengan lima perkara itu; BERJAMAAH, mendengar, tha'at, hijrah dan jihad fii sabilillah... al-hadits Di sini jelas katanya adalah: PERINTAH!!! (tapi palingan sebentar lagi juga didhoifkan nih sama mereka :)
Apa itu BERJAMAAH? Umar bin Khattab telah menjelaskan: Tidak ada islam kecuali berjamaah, tidak ada BERJAMAAH kecuali dengan BERAMIR dst. Memang bukan hadits nabi. Tapi bobotnya jauh lebih tinggi dari pendapat ulama fiqh yang generasinya jauh di bawah. Jadi yang diperintahkan nabi itu adalah BERJAMAAH DENGAN MENGANGKAT AMIR.
Kalau sudah diperintahkan begini masih mau uzlah??? Apa kata gayus?
c. Hadits: Barang siapa yang ingin berada di tengah2 surga, tetapilah jamaah ... al-hadits (lihat definisi berjamaah di atas). Ini perintah sekaligus ancaman. Kecuali yang tidak ingin berada di tengah2 surga. Lha kalu tidak mau di surga mau di mana lagi???
d. Kalau mau qiyas, hadits perintah mengangkat amir ketika safar seharusnya menyadarkan mereka. Bepergian SEMENTARA ke belahan dunia lain saja mengangkat amir. Apalagi tinggal PERMANEN.
4. Keamiran Pak Nurhasan tidak sah, karena tidak ajak2 (sepakat) dengan umat islam lainnya. Comment saya: Tidak ajak2??? Siapa mengajak siapa??? Dalam salah satu versi makalah cai yang pernah dibeberkan di internet, jelas dituliskan sekitar tahun 1941 Pak Nurhasan sudah ajak2 dan berkeliling Jawa mengkampanyekan pentingnya berjamaah. Karena mungkin belum banyak yang ngeh atau mungkin malah menentang konsepnya, maka hanya segelintir yang mau dan akhirnya berdirilah keamiran sekitar tahun 1941. Kalau sekarang, buat apalagi bermufakat dengan orang non Al-jamaah? Bagi jamaah pak Nurhasan, keamiran sudah berdiri sejak lama. Adapun yang datang belakangan, haruslah ikut yang lebih tua. Jadi bukan waktunya lagi sekarang musyawarah. Kalaulah benar2 ikut manhajnya salaf, seharusnya para Salafi Indon mencontoh ibn Umar. Ibn Umar tetap berbaiat ke yazid bin Muawiyah, meskipun sebagian sahabat seperti zubair menganggap keamiran yazid tidak sah. Ini menunjukkan pentingnya baiat ketimbangmempermasalahkan diskusi sah atau tidaknya pengangkatan seorang amir.
Sebenarnya masih banyak lagi point yang ingin saya tulis. Mungkin akan saya pecah di tulisan berikutnya. Tetapi intinya adalah: Setiap orang mudah mengatakan “saya bermanhaj salaf”. Tetapi faktalah yang bercerita:
a. Semua Al-jamaah yang awal dan mahsyur berbentuk jamaah (ada amir yang dibaiat). Kalau mau benar2 bermanhaj salaf, ikutilah jalannya mereka para salafush sholih (Al-Jamaah yg awal). Angkatlah seorang amir. Kalau tidak mengangkat amir, apakah anda masih tidak malu mengklaim “ikut jalannya para salafush sholih”???
b. Contohlah Ibn Umar. Meskipun ada amir yang disangsikan ke absahannya atau ada amir yang tidak sesuai dengan harapannya, dia tetap memberikan dan mempertahankan baiat. Kalau ibn umar seorang salafush sholih dan punya baiat, apakah anda masih tidak malu mengklaim “ikut jalannya para salafush sholih”???
c. Para salafush sholih taat pada perintah beramir. Bahkan sesama mereka saling menumpahkan darah demi menegakkan keamiran. Itu semata2 karena tahu pentingnya punya amir. Dan itu bukan contoh ashobiyah. Kalau anda berpikiran perselisihan mengangkat amir itu ashobiyah, sama aja anda menuduh para sahabat melakukan perbuatan ashobiyah.
Dari beberapa point penting di atas, masih tidak malukah mengatakan “saya bermanhaj salaf”? Silakan teruskan berkata “saya bermanhaj salaf” kalau tidak malu. Tetapi semua orang bisa melihat para pengkhianat ilmu terus berkolaborasi dengan syetan untuk menyesatkan umat.
Wong Pinter
Semakin saya banyak berdiskusi dengan para anggota firqoh Albaniyah ini semakin bingung saya me-responnya. Saya akui gerombolan ini (gerombolan-- karena tidak adanya pemimpin) banyak sekali referensinya, misalkan kitab2 fiqh. Juga gerombolan ini lebih tinggi tingkatannya dalam bertata bahasa arab. Jadi jikalau berdiskusi dengan anggota gerombolan ini, sebisa mungkin usahakan punya referensi yang berimbang. Kenapa? karena gerombolan ini tidak jujur dengan menyampaikan sebagian dan menyembunyikan sebagian dari referensi yang mereka pelajari dalam tholab.
Akibatnya berdiskusi dengan gerombolan ini membuat topik diskusi berkembang ke sejarah dan pendapat ulama fiqh. Untunglah sekarang sudah jamannya internet. Sudah ada syaikh google yang sedikit banyak membantu mendapatkan data tambahan yang berimbang. Alhamdulillah, semakin terkuak ketidak jujuran pengkhianat2 ilmu ini. Sebagian point2 penting itu akan saya tuangkan di tulisan ini.
1. Hizb ini, mulai mencari2 terobosan baru dalam menerangkan jamaah. Mereka mulai mengutak-atik dari segi bahasa arab. Hizb ini memisahkan antara Al-Jamaah dan Jamaah. Menurut hizb ini, Al-jamaah adalah "firqotun najiyah" (golongan yang ditolong, golongan yang selamat), sementara jamaah adalah semua kelompok yang mengangkat imam. Bagi saya, sebenarnya kalau cuma berhenti sampai di sini, itu tidak masalah. Yang kurang ajar adalah, mereka ber-rakyu Al-jamaah boleh tidak berbentuk jamaah. Tetapi lucunya, semua contoh kasus yang diajukan dalam diskusi seperti zaman imam ahmad, atau generasi ibn umar, jelas menunjukkan bahwa orang2 shalih itu semuanya berjamaah (dalam artian mempunyai imam/ memberi baiat). Justru kesimpulan yang diambil harusnya adalah: SEMUA AL-JAMAAH berbentuk JAMAAH.
2. Mereka mengambil contoh Ibn Umar yang menunda baiat sebagai qiyas boleh tidak berjamaah. Gendheng. Ada 2 kesalahan di sini. Pertama, Ibn Umar adalah sahabat yang memberikan baiat ke banyak amir sejak zaman nabi, khalifah 4 dan amir2 berikutnya hingga wafat. Jadi apakah Ibn Umar sama dengan pendusta2 yang sekarang yang tidak punya baiat secara permanen yang hidup di zaman kini??? Kedua, Ibnu Umar tercatat pernah 2x menunda baiat. Tetapi masing2 tidak lama. Dan fakta terpenting adalah, ibn Umar menunda KARENA saat itu ADA 2 AMIR yang saling meng-klaim berkuasa. Tidak lama setelah ada yang keluar sebagai pemenang (ada yang terbunuh), ibn Umar langsung memberikan baiat. Lha kalau diqiyaskan masa sekarang mana cucok? Hizb Albaniyah, jelas tidak mau berbaiat karena TIDAK ADA keimaman yang cocok dengan idaman hati mereka. Dan kasusnya ini berbeda bagaikan siang dan malam dengan kasus Ibn Umar.
3. Mengambil sikap uzlah ketimbang mengikuti perintah berjamaah. Hujahnya adalah: kalau tidak bertemu keamiran, maka uzlah (seperti hadits hudzhaifah mengenai keamiran akhir jaman dan dukhan) karena tidak ada perintah mengangkat imam ketika yang ada hanya firqoh2.
Tidak ada perintah mengangkat imam??? yang bener ajah. Sebenarnya perintah itu banyak, cuma sudah diselewengkan saja. Berikut adalah beberapa hujah yang jelas mengenai perintah berjamaah, dan seharusnya dalam kaidah fiqh: harus mendahulukan perintah dan bukannya mengutamakan uzlah (keadaan darurat).
a. Hadits: Tidak halal hidup 3 orang di suatu belahan bumi kalau tidak mengangkat salah satunya jadi imam. (tidak dipakai oleh hizb ini karena didhoifkan oleh Albani)
b. Hadits (saya copas dari tulisan rivan firdaus di FB saya): Aku PERINTAHKAN kepada kamu sekalian (muslimin) lima perkara; sebagaimana ALLAH TELAH MEMERINTAHKANKU dengan lima perkara itu; BERJAMAAH, mendengar, tha'at, hijrah dan jihad fii sabilillah... al-hadits Di sini jelas katanya adalah: PERINTAH!!! (tapi palingan sebentar lagi juga didhoifkan nih sama mereka :)
Apa itu BERJAMAAH? Umar bin Khattab telah menjelaskan: Tidak ada islam kecuali berjamaah, tidak ada BERJAMAAH kecuali dengan BERAMIR dst. Memang bukan hadits nabi. Tapi bobotnya jauh lebih tinggi dari pendapat ulama fiqh yang generasinya jauh di bawah. Jadi yang diperintahkan nabi itu adalah BERJAMAAH DENGAN MENGANGKAT AMIR.
Kalau sudah diperintahkan begini masih mau uzlah??? Apa kata gayus?
c. Hadits: Barang siapa yang ingin berada di tengah2 surga, tetapilah jamaah ... al-hadits (lihat definisi berjamaah di atas). Ini perintah sekaligus ancaman. Kecuali yang tidak ingin berada di tengah2 surga. Lha kalu tidak mau di surga mau di mana lagi???
d. Kalau mau qiyas, hadits perintah mengangkat amir ketika safar seharusnya menyadarkan mereka. Bepergian SEMENTARA ke belahan dunia lain saja mengangkat amir. Apalagi tinggal PERMANEN.
4. Keamiran Pak Nurhasan tidak sah, karena tidak ajak2 (sepakat) dengan umat islam lainnya. Comment saya: Tidak ajak2??? Siapa mengajak siapa??? Dalam salah satu versi makalah cai yang pernah dibeberkan di internet, jelas dituliskan sekitar tahun 1941 Pak Nurhasan sudah ajak2 dan berkeliling Jawa mengkampanyekan pentingnya berjamaah. Karena mungkin belum banyak yang ngeh atau mungkin malah menentang konsepnya, maka hanya segelintir yang mau dan akhirnya berdirilah keamiran sekitar tahun 1941. Kalau sekarang, buat apalagi bermufakat dengan orang non Al-jamaah? Bagi jamaah pak Nurhasan, keamiran sudah berdiri sejak lama. Adapun yang datang belakangan, haruslah ikut yang lebih tua. Jadi bukan waktunya lagi sekarang musyawarah. Kalaulah benar2 ikut manhajnya salaf, seharusnya para Salafi Indon mencontoh ibn Umar. Ibn Umar tetap berbaiat ke yazid bin Muawiyah, meskipun sebagian sahabat seperti zubair menganggap keamiran yazid tidak sah. Ini menunjukkan pentingnya baiat ketimbangmempermasalahkan diskusi sah atau tidaknya pengangkatan seorang amir.
Sebenarnya masih banyak lagi point yang ingin saya tulis. Mungkin akan saya pecah di tulisan berikutnya. Tetapi intinya adalah: Setiap orang mudah mengatakan “saya bermanhaj salaf”. Tetapi faktalah yang bercerita:
a. Semua Al-jamaah yang awal dan mahsyur berbentuk jamaah (ada amir yang dibaiat). Kalau mau benar2 bermanhaj salaf, ikutilah jalannya mereka para salafush sholih (Al-Jamaah yg awal). Angkatlah seorang amir. Kalau tidak mengangkat amir, apakah anda masih tidak malu mengklaim “ikut jalannya para salafush sholih”???
b. Contohlah Ibn Umar. Meskipun ada amir yang disangsikan ke absahannya atau ada amir yang tidak sesuai dengan harapannya, dia tetap memberikan dan mempertahankan baiat. Kalau ibn umar seorang salafush sholih dan punya baiat, apakah anda masih tidak malu mengklaim “ikut jalannya para salafush sholih”???
c. Para salafush sholih taat pada perintah beramir. Bahkan sesama mereka saling menumpahkan darah demi menegakkan keamiran. Itu semata2 karena tahu pentingnya punya amir. Dan itu bukan contoh ashobiyah. Kalau anda berpikiran perselisihan mengangkat amir itu ashobiyah, sama aja anda menuduh para sahabat melakukan perbuatan ashobiyah.
Dari beberapa point penting di atas, masih tidak malukah mengatakan “saya bermanhaj salaf”? Silakan teruskan berkata “saya bermanhaj salaf” kalau tidak malu. Tetapi semua orang bisa melihat para pengkhianat ilmu terus berkolaborasi dengan syetan untuk menyesatkan umat.
Wong Pinter
0 komentar:
Posting Komentar
Alhamdulillah Jazakumullahu Khoiro atas komentarnya !