Riwayat Para Khalifah dan Tokoh Islam Dunia »
Ingin menambah wawasan anda terhadap Islam dan para tokoh-tokoh pemuka Agama Dunia Yang tersohor seperti Abu Bakar As-Sidiq, Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan? Silahkan klik !!
http://waroengpodjok-g.blogspot.com
WELCOME !
Assalamu'alaikum Warohmatullaahi Wabarokaatuh

Nama Lain Salafush Sholih

Seperti yang telah dijelaskan di muka, meskipun istilah Salafush Sholih bermakna generasi sahabat, tabi’in dan tabi’ut-tabi’in, namun istilah ini selanjutnya tidak terbatas pada generasi utama Islam ini saja. Setiap muslim yang mengikuti metode ketiga generasi utama ini juga disebut sebagai pengikut salafush sholih. Karena itu, sebenarnya istilah salafush sholih bukanlah istilah yang baru muncul. Istilah salafush sholih juga mempunyai beberapa nama lain, yang sebenarnya menunjukkan kepada subyek yang sama yaitu generasi sahabat, tabi’in dan tabi’ut-tabi’in serta segenap umat Islam yang mengikuti metode mereka dalam memahami Qur’an-Hadits-Jama’ah. Nama-nama lain salafush sholih tersebut adalah: Ahlul Qur’an, Ahlu Hadits, Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Maa Ana ‘Alaihi Wa Ashaabii, Ahlu Atsar, Firqotun Najiyah atau Jama’ah, Thoifah Manshuroh atau yang sudah akrab di telinga kita yaitu “Al-Manshuriin” (golongan yang mendapat pertolongan). Ya, itulah yang dimaksud dengan Qur’an-Hadits-Jama’ah.

1. Ahlu Qur’an

Jika disebut Ahlu Qur’an, maka maknanya adalah para ulama, muballigh dan muballighoh, ustadz dan ustadzah serta tholabul ‘ilmi yang mempelajari Al-Qur’an secara sungguh-sungguh, baik bacaan, makna, keterangan serta mengamalkan/melaksanakan kandungan Al-Qur’an dengan mengerjakan perintahnya, menjauhi larangannya, mempercayai ceritanya. Dengan demikian, mereka adalah umat Islam yang paling berpegang teguh dengan hudud-hudud (hukum-hukum/peraturan-peraturan) Alloh yang ada di dalam Al-Qur’an. Oleh karena itu seperti yang dilansir di dalam Hadits Ibnu Majah Juz 1 Hal 87, Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, bersabda :

Artinya: “Sesungguhnya Alloh mempunyai keluarga dari golongan manusia”. Mereka bertanya: “Ya Rosululloh! Siapa mereka itu? Rosululloh bersabda: “Mereka adalah Ahlul Qur’an, yaitu keluarga Alloh dan kekhususan-Nya”.




‎2. Ahlu Hadits

Jika disebut Ahlul Hadits, maka maknanya adalah para ulama dan muballigh-muballighoh, ustadz-ustadzah serta tholabul ‘ilmi yang mempelajari hadits-hadits Nabi secara sungguh-sungguh, baik secara diroyah maupun riwayah serta melaksanakan kandungan hadits dengan menjauhi bid’ah, ro’yi, taqlid. Dengan demikian, Ahlu Hadits semakna dengan Ahlus-Sunnah, artinya mereka adalah umat Islam yang paling berpegang teguh dengan sunnah Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam dan Al-Jama’ah. Oleh karena itu, Imam Ahmad mengatakan: “Kalau mereka (orang jama’ah) itu bukan Ahlu Hadits, maka saya tidak tahu lagi, lalu siapa mereka itu?!”

Orang jama’ah itu mengikuti Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabat beliau yang mana mereka itu laksana bintang. Mereka mengikuti para imam dan ulama salafush sholih, berpegang teguh dengan diinul Islam yang berpedoman Al-Qur’an dan Al-Hadits, serta Al-Jama’ah dengan mengikuti kebenaran nyata yang dipegang teguh oleh para ‘ulama, membenci Ahlu bid’ah yang membuat bid’ah dalam diinul Islam, tidak mencintai mereka dan tidak pula bersahabat dengan mereka. Maka, terbukti warga LDII sering mendapatkan stempel buruk lantaran menghindari amalan bid’ah, baik bid’ah hakiki maupun bid’ah idhofiyah, bukan bid’ah dalam pengertian ngawur hanya atas dasar karena tidak ada di zaman nabi atau pun hanya menurut lughoh.



‎3. Ahlus Sunnah Wal Jama’ah

Istilah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah merupakan frase (gabungan kata) yang terdiri dari tiga kata utama, yaitu ahlu, sunnah, dan jama’ah. Ahlu artinya pengikut. Ahlus sunnah berarti pengikut sunnah, sementara Ahlu Jama’ah berarti pengikut Jama’ah. Untuk lebih jelasnya, perlu kami terangkan pengertian Ahlus Sunnah dan Ahlu Jama’ah menurut tinjauan syar’i, bukan menuruti perasaan sendiri, seperti kebanyakan orang yan sok ngaku ahli sunnah, tetapi telah jauh dari sunnah.

Ahlus Sunnah

Kata As-Sunnah yang mempunyai bentuk jamak sunan, secara bahasa berarti sejarah (perjalanan hidup) dan jalan (metode) yang ditempuh. “Sunnah” makna awalnya adalah sannath-thoriq, yaitu jalan yang ditempuh oleh para pendahulu yang akhirnya ditempuh orang lain sesudahnya. As-Sunnah secara bahasa berarti sejarah dan jalan yang ditempuh, baik itu jalan yang terpuji maupun yang tercela. Sunnah artinya perjalanan hidup. Sunnah Rosululloh artinya perjalanan hidup beliau. Sunnah juga berarti metode, baik terpuji maupun tercela. Kata sunnah ini diambil dari kata “sunan” yang bermakna prilaku/jalan, seperti disebutkan dalam Hadits Muslim No. Hadits: 1017, 6800, 6801), yang artinya: “Barangsiapa mengawali prilaku / jalan yang baik, maka ia mendapat pahala, dan akan ditambah pahala orang yang mengikutinya tanpa berkurang sedikitpun dari pahala mereka. Dan, barangsiapa mengawali prilaku/jalan yang buruk dalam Islam, maka ia mendapat dosa, dan akan ditambah dosa orang yang mengikutinya tanpa berkurang sedikitpun dari dosa mereka”.

Dan sabda Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, dalam Hadits Tirmidzi Juz 4 Hal 149, dengan kwalitas hadits Hasan Shohih, yang artinya: “Barangsiapa yang membuat sunnah (prilaku) pada sunnah yang baik lantas sunnahnya itu diikuti, maka ia memperoleh pahala dan (memperoleh pahala) seperti pahalanya orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikitpun dari pahala mereka (yang mengikuti)”. 

Dalam hadits berulang kali disebutkan kata ‘As-Sunnah’ dan pecahan katanya. Asal maknanya adalah sejarah hidup dan jalan yang ditempuh.

Makna ini juga disebutkan dalam Hadits Bukhori No. Hadits: 3456, Muslim No. Hadits: 2669, 6781, yang artinya: “Niscaya kamu akan mengikuti jalan (kelakuan) orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sampa-sampai kalau mereka masuk ke lubang biawak pun kamu akan ikut”. Maka kami (para sahabat) bertanya: “Wahai Rosululloh, apakah yang Anda maksud orang Yahudi dan Nasroni?” Beliau menjawab, “Siapa lagi kalau bukan mereka”.

Berpijak pada hukum sabda Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam dalam Hadits Tirmidzi, Juz: 4, Hal: 149, dengan kwalitas hadits Hasan Shohih, yang artinya: “Barangsiapa yang membuat sunnah pada sunnah yang jelek, lantas sunnah tersebut diikuti, maka baginya adalah dosa dan (memperoleh dosa) seperti dosanya orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikitpun dari dosa mereka (yang mengikutinya)”.



‎4. Maa Ana ‘Alaihi Wa Ashaabii

Generasi yang lebih detail dijelaskan oleh para ulama’ sebagai golongan Maa Ana ‘Alaihi Wa Ashaabii yang memiliki konsistensi tinggi terhadap sunnah Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam. Mereka terdiri dari para sahabat, tabi’in, tabi’ut-tabi’in dan para a’immatul huda (yakni: para imam yang mendapat hidayah/petunjuk), serta orang-orang yang mengikuti jalan mereka.

Jadi, Maa Ana ‘Alaihi Wa Ashaabii adalah orang-orang yang berpegang teguh dengan sunnah Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam setelah abad ketiga Hijriyah. Dengan demikian, maka warga LDII yang memiliki konsistensi tinggi terhadap sunnah Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam dan manhaj Salafush-Sholih, yakni tetap dan menetapi, memerlu-merlukan serta mempersungguh mengaji Al-Qur’an dan Hadits, Jama’ah, mengamalkan Al-Qur’an dan Hadits, Jama’ah, membela Al-Qur’an dan Hadits, Jama’ah, sambung Al-Qur’an dan Hadits, Jama’ah, kemudian ta’at kepada Alloh, Rosul, Imam yang mendapatkan petunjuk yang benar secara Al-Qur’an dan Hadits, Jama’ah adalah sudah pas dan cocok, yang tidak patut diragukan lagi keberadaan dan kebenarannya. Semua itu dikerjakan dengan sungguh-sungguh diiringi niat hati karena Alloh sampai tutug pol ajal matinya masing-masing hingga tsubutul Islam, luzumul jama’ah, husnul khotimah. Sebagaimana sabda Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam di dalam Hadits Tirmidzi, No. Hadits: 2565, yang artinya: “Dan ummatku akan terpecah menjadi 73 golongan, mereka semua masuk di dalam neraka, kecuali hanya satu golongan (yang tidak masuk neraka). Mereka (sahabat) berkata: “Dan siapakah yang satu golongan itu, ya Rosulalloh? Rosululloh, bersabda: “yaitu (golongan) yang mengerjakan apa yang saya kerjakan dan yang dikerjakan oleh sahabat-sahabat saya”.



‎5. Ahlu Atsar

Secara bahasa, kata atsar maknanya adalah bekas, sisa atau pengaruh. Adapun definisi atsar secara syar’i, di kalangan ulama’ terdapat dua pendapat:
1. Mayoritas ulama’ berpendapat bahwa istilah hadits, sunnah, dan atsar itu satu makna.
2. Ulama’ Khurosan membedakan antara ketiga istilah ini. Menurut mereka, istilah atsar khusus untuk perkataan dan perbuatan sahabat dan tabi’in. Sedang istilah hadits atau sunnah digunakan untuk perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad Shollallohu “Alaihi Wasaallam.

Pendapat mayoritas ulama’ lebih kuat. Dalam bahasa Arab dikatakan “Atsartu Haditsan”, artinya aku meriwayatkan sebuah hadits. Pendapat ini juga dipilih oleh Ibnu Hajar. Berdasar pendapat yang mengatakan bahwa atsar semakna dengan hadits dan as-sunnah, maka salafush sholih dan ahlus-sunnah sering juga disebut dengan istilah Ahlu Atsar. Mereka disebut dengan Ahlu Atsar karena mereka mengikuti atsar-atsar yang diriwatkan dari Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabat.



6. Firqotun Najiyah

Selain istilah Ahlu Qur’an, Ahlu Hadits, Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Salafush Sholih, Maa Ana ‘Alaihi Wa Ashaabii, ada juga yang sering kita kenal dengan istilah Firqotun Najiyah (golongan yang selamat), Al-Manshuriin (golongan yang mendapatkan pertolongan, (ma’af, tetapi bukan Al-Manshurinnya Maryoso, MM; Mojosari - Mojo Agung), ini didasarkan pada hadits-hadits yang menerangkan bahwa akan terjadi pecahnya ummat Islam menjadi 73 golongan, yang mana 72 golongan akan tersesat ke dalam neraka dan yang selamat (Najiyah) hanya 1 saja yaitu Al-Jama’ah dengan artian mengikuti kebenaran atau Ahlus Sunnah, dan dalam lafadhz lain disebutkan bunyinya “Al-Jama’ah”.

Hadits-hadits yang menjelaskan tentang perpecahan umat Islam menjadi 73 golongan ini diriwayatkan dari banyak sahabat, di antaranya adalah: Abu Huroiroh, Mu’awiyah, ‘Abdulloh bin ‘Amru, ‘Auf bin Malik, Anas bin Malik, Abu Umamah, Ibnu Mas’ud, Jabir bin ‘Abdillah, Sa’ed bin Abi Waqosh, Abu Darda’, Watsilah bin Al-Aqsa’, ‘Amru bin ‘Auf Al-Muzani, ‘Ali dan Abu Musa. Adapun hadits-hadits tersebut berkualitas mutawatir. Sebagaimana sabda Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam di dalam Hadits Tirmidzi, No. Hadits: 2565, yang artinya: “Dan ummatku akan terpecah menjadi 73 golongan, mereka semua masuk di dalam neraka, kecuali hanya satu golongan (yang tidak masuk neraka). Mereka (sahabat) berkata: “Dan siapakah yang satu golongan itu, ya Rosulalloh? Rosululloh, bersabda: “yaitu (golongan) yang mengerjakan apa yang saya kerjakan dan yang dikerjakan oleh sahabat-sahabat saya”.

Seperti di dalam Hadits sunan Abu Daud Kitaabus Sunnah Rosuululloohi Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

Yang artinya: “Ketahuilah, sesungguhnya orang sebelum kalian yaitu dari ahli kitab pecah menjadi 72 agama. Dan sesungguhnya agama (Islam) ini akan pecah menjadi 73, dan yang 72 di dalam neraka dan satu di dalam surga, sedang yang satu itu adalah Jama’ah”.



‎7. Thoifah Manshuroh atau Al-Manshuriin

Nama lain Salafush Sholih yang sering disebutkan dalam hadits-hadits Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam adalah Thoifah Manshuroh (kelompok yang mendapat pertolongan sampai hari kiamat karena berada di atas kebenaran dan membela menegakkan kebenaran), yang lazin kita kenal dengan Al-Manshurin. Hadits-hadits yang menyebutkan hal ini juga diriwayatkan oleh banyak sahabat Nabi dan terhitung sebagai hadits mutawatir. Para sahabat Nabi yang meriwayatkan hadits tentang thoifah manshuroh atau Al-Manshurin ini adalah Mughiroh bin Syu’bah, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Tsauban, Jabir bin Samuroh, Jabir bin Abdillah, Sa’ed bin Abi Waqqosh, ‘Uqbah bin ‘Amir, ‘Abdulloh bin ‘Amru, Zaid bin Arqom, ‘Imron bin Hushoin, Quroh bin Iyas, Abu Huroiroh, ‘Umar bin Khoththob, Salamah bin Nufail Al-Kindi, Nawwas bin Sam’an, Abu Umamah Al-Bahili, Muroh bin Ka’ab Al-Bahzi, Surohbil bin Samth Al-Kindi dan Mu’adz bin Jabal.

Setelah bersama-sama kita ketahui betapa banyak istilah-istilah yang dapat kita pakai untuk memberikan identitas "diinul haq" yang bersumber dari dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits, atau versi Al-Qur’an dan Al-Hadits, bukan versi pendapat. Berhubung istilah-istilah itu dipakai juga oleh golongan lain, maka kita mengalah, wani ngalah, rebutan ngalah, kaporo ngalah cukup memakai istilah "Qur'an, Hadits, Jama'ah". Enak to,

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Berpegang teguh pada Alquran dan hadits itu sudah tepat sekali... Tapi tidak semua orang memiliki kapasitas ilmu yang memadai untuk bisa memahami kandungan Alquran dan hadits maka seorang umat islam harus berpegang pada ijmak dan kias para ulama.. Baru ini tidak akan sesat.

Posting Komentar

Alhamdulillah Jazakumullahu Khoiro atas komentarnya !